Social Icons

Pages

Senin, 12 Mei 2014

KISAH PILU SANG ZOMBIGARET DI PENGHUJUNG USIA



KISAH PILU SANG ZOMBIGARET DI PENGHUJUNG USIA

Pagi ini, aku sengaja bersantai dahulu sambil menikmati 3 batang rokok dan segelas kopi hitam sebelum mulai beraktifitas. Sarapan pagi dengan merokok sudah lebih dari cukup untukku. Asap mengepul dan menyebar ke seluruh ruangan.
"Ayah, kata ibu guru di sekolah, dalam setiap isapan rokok dapat membahayakan kesehatan tubuh." Ujar Ahmad, anak pertamaku dengan gaya polosnya.  
"Dengar tuh. Anak kecil saja tahu bahaya merokok tetapi ayah yang sudah tua selalu mengabaikan bahaya merokok. Masa ayah lebih membela untuk beli sebungkus rokok daripada membeli beras untuk makan. Fikirkan istri dan anak-anakmu yang kelaparan." Keluh Tuti, istriku.
Aku hanya diam karena bosan mendengar omelan yang sama setiap harinya. Bagiku itu hanya sekedar intermezzo yang masuk kuping kanan lalu keluar kuping kiri. Mungkin benar aku seperti orang yang tidak tahu diri. Pekerjaanku hanya sebagai tukang becak yang penghasilannya tidak menentu. Hampir sebagian besar penghasilanku dari menarik becak kuhabiskan untuk beberapa bungkus rokok sehari. Sudah hidup serba sulit, untuk makan saja masih sulit tapi demi sebungkus rokok justru aku bela mati-matian untuk membelinya. Bahkan, anak dan istriku sudah mengeluh dengan kebiasaan merokokku yang sudah akut ini tetapi aku tetap tidak peduli dengan omelan mereka. 
Sehari satu bungkus rokok tidak cukup untukku. Minimal aku bisa menghabiskan 3 bungkus rokok sehari. Rokok seperti makanan pokok bagiku. Jika harus memilih antara daging sapi yang bisa aku beli hanya setahun sekali pada lebaran haji dengan harga murah atau sebungkus rokok, tentu saja pilihanku jatuh pada rokok. Aku masih bisa melewatkan makan daging yang lezat daripada aku melewatkan kebiasaanku merokok.
Merokok seperti sudah mendarah daging dalam tubuhku dan meyebabkan ketergantungan. Sehari saja tidak merokok rasanya tidak enak badan dan mulut terasa asam. Aku sadar bahaya merokok. "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin". Setiap hari aku membaca tulisan itu ketika aku membuka segel bungkus rokok tetapi aku tidak peduli dengan peringatan itu. Sepertinya bahaya merokok bagi perokok aktif sepertiku tidaklah penting karena aku memang sulit meninggalkan kebiasaan itu dalam waktu sekejap.
Kebiasaan merokok yang berlebihan membuat istri dan anak-anakku meninggalkanku. Istriku menggugat cerai padaku. Mereka tidak kuat melihat kebiasaanku merokok apalagi aku lebih mementingkan beli rokok daripada beli beras dan lauk-pauk untuk mengisi perut istri dan anak-anakku yang kelaparan. Bahkan, mereka yang tidak merokok menjadi perokok pasif karena hampir setiap hari mereka menghirup bau asap rokok di gubuk kecil kami. Istri dan anak-anakkku tahu bau asap rokok mengandung sekitar 4.000 jenis zat kimia beracun sehingga lebih berbahaya tiga kali lipat bagi kesehatan perokok pasif dibandingkan mengisap rokok bagi perokok aktif.
Di usiaku yang menjelang 50 tahun, tubuhku mulai menunjukkan kerapuhan. Aku terlihat lebih tua dari usiaku sebenarnya. Berat badanku menurun dratis. Tubuhku tidak kuat lagi mengayuh becak. Dokter  memvonisku terkena kanker tenggorokan stadium 4 akibat kebiasaan merokok. Penyakit ini memberikan penyesalan yang sangat dalam untukku. Penyesalan selalu datang belakangan. Nasi sudah menjadi bubur. Aku hanya menanti kematianku dalam kesendirian tanpa ada anak, istri atau sanak saudara disampingku. Aku malu memberitahu anak-anakku dan mantan istriku tentang penyakitku. Aku tidak mau menyusahkan hidup mereka karena mereka telah mengalami masa pahit ketika hidup bersamaku.
Kini, aku tidak mengharapkan keajaiban untuk kesembuhanku karena mungkin rasanya mustahil. Aku hanya berharap anak-anakku kelak bisa hidup lebih baik. Mereka tidak akan menjadi seperti diriku, seorang zombigaret yang menderita dan menyesali hidup di penghujung usia karena kebiasaan merokok sejak usia muda. Biarlah derita dan kesakitan akibat penyakit ini akan kutanggung sendiri sampai ajal menjemputku. Semoga Tuhan memaafkanku karena aku telah menelantarkan anak-anak dan mantan istriku serta menyia-nyiakan hidup hanya demi merokok yang telah merusak tubuh dan kehidupanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar