KISAH PILU SANG ZOMBIGARET DI PENGHUJUNG USIA
Pagi ini, aku sengaja bersantai dahulu
sambil menikmati 3 batang rokok dan segelas kopi hitam sebelum mulai
beraktifitas. Sarapan pagi dengan merokok sudah lebih dari cukup untukku. Asap
mengepul dan menyebar ke seluruh ruangan.
"Ayah, kata ibu guru di sekolah,
dalam setiap isapan rokok dapat membahayakan kesehatan tubuh." Ujar Ahmad,
anak pertamaku dengan gaya polosnya.
"Dengar tuh. Anak kecil saja
tahu bahaya merokok tetapi ayah yang sudah tua selalu mengabaikan bahaya
merokok. Masa ayah lebih membela untuk beli sebungkus rokok daripada membeli
beras untuk makan. Fikirkan istri dan anak-anakmu yang kelaparan." Keluh
Tuti, istriku.
Aku hanya diam karena bosan mendengar
omelan yang sama setiap harinya. Bagiku itu hanya sekedar intermezzo yang masuk kuping kanan lalu keluar kuping kiri. Mungkin
benar aku seperti orang yang tidak tahu diri. Pekerjaanku hanya sebagai tukang
becak yang penghasilannya tidak menentu. Hampir sebagian besar penghasilanku
dari menarik becak kuhabiskan untuk beberapa bungkus rokok sehari. Sudah hidup
serba sulit, untuk makan saja masih sulit tapi demi sebungkus rokok justru aku bela
mati-matian untuk membelinya. Bahkan, anak dan istriku sudah mengeluh dengan
kebiasaan merokokku yang sudah akut ini tetapi aku tetap tidak peduli dengan omelan
mereka.